Senin, 21 November 2011

Guru ideal? Memang ada?

"Kamu ngobrol saja! Ini bapak sobek piagam kamu." Setelah melihat piagamnya disobek, diamlah anak kecil itu seribu bahasa. Ia tertunduk di sana, di sebuah kelas sekolah dasar. Padahal piagam itu ia dapat dengan susah payah. Dan tidak ada hubungannya antara piagam itu dengan obrolan anak itu. Dapatlah pelajaran marah yang tidak pada tempatnya siang itu.    

"Ngaku saja kamu! Kalau tidak mengaku, bapak tampar!" Begitulah ancaman dari seorang guru olahraga ke salah satu anak didiknya - seorang anak kelas 7 SMP. Perasaan anak itu sangat kesal. Ia harus mengakui hal yang tidak ia lakukan. Bagaimana bisa guru tersebut menyimpulkan kalau anak didiknya itu merokok lantaran semobil dengan siswa lain yang merokok? Dapatlah murid itu pelajaran 'mengancam'.

Anak itu adalah saya sendiri.

Itu semua adalah contoh buruk approach skill guru kepada muridnya; di luar teaching skill mereka yang juga buruk.

Sejak menginjakkan kaki di Sekolah Dasar sampai SMA, saya belum menemukan guru yang baik dalam teaching skillnya (apalagi approach skillnya) sehingga saya menyimpulkan kalau guru yang ideal itu tidak ada sehingga muridlah yang harus menyesuaikan diri dengan karakter dan gaya mengajar gurunya. Sampai akhirnya, tibalah masa kuliah itu.

Di tempat kuliah, saya menemukan sosok guru ideal yang saya cari-cari itu. Seorang guru yang mampu membuat mahasiswanya serius ketika belajar namun tetap merasa rileks. Seorang guru yang membuat mahasiswanya berpikir positif dan kritis. Seorang guru yang membuat mahasiswanya percaya diri. Seorang guru yang meninggalkan mahasiswanya ketika ujian sambil berpesan, "Saya mungkin tidak mengawasi, tapi Allah mengawasi." dan ajaib, tidak ada mahasiswa yang berbuat curang. Ia seorang guru yang mampu mendekatkan hubungan mahasiswanya dengan penciptaNya. Ia adalah seorang guru yang ketidakhadirannya membuat mahasiswanya kecewa. Ia pun mampu membuat mahasiswa hadir di kelas dan duduk dengan siap menerima ilmu sebelum kuliah dimulai. Benar-benar seorang motivator, yang membuat saya malu jika tidak sukses di kemudian hari. Seorang guru yang selalu memeriksa tugas mahasiswanya dengan teliti dan disertai komentar yang tidak menjatuhkan. Seorang guru yang pernah membuat saya menangis tersedu-sedu ketika ia memberi nasihat di subuh hari itu.

Beliau adalah guru terbaik yang pernah ada dan akan tetap menjadi yang terbaik.
Terima kasih Bapak Prof. Arif Rahman. Semoga Allah membalas kebaikan bapak.













 


(Sumber gambar http://www.mission-indonesia.org)

*Saya ingin yang membaca ini merasa iri karena saya pernah menjadi muridnya.
Kesimpulannya, guru ideal? Memang ada!

Tidak ada komentar: