Selasa, 22 November 2011

Nasihat itu seharusnya indah

Seorang ibu yang baru saja menjadi korban perampokan melapor ke seorang polisi yang sedang melintas.
"Pak, saya baru saja dirampok. Semua barang berharga saya diambil. Mereka menodongkan pisau ke saya pak." kata ibu itu dengan lemah.

"Apa? Hilang?!! Sabar ya bu.. Ibu harus tetap bersyukur kalau ibu tidak ditusuk mereka. InsyaAllah nanti akan Allah ganti dengan yang lebih baik. Rejeki tidak akan tertukar." Begitulah bapak polisi itu menenangkan. Lalu polisi itu pergi dengan mengucap salam.

Di lain tempat dan waktu, ada seorang suami yang baru saja menjadi korban perampokan. Setelah sampai rumah, ia berkeluh kesah ke istrinya.

"Ayah baru saja terkena musibah."
"Ada apa ayah?" Tanya sang istri.
"Ayah baru saja kerampokan. Dompet dan handphone diambil."
"Innalillahi. Tapi ayah tidak apa-apa kan? Apa ayah sudah lapor polisi?" Tanya sang istri sedikit kaget.
"Sudah, dan kasusnya sedang diurus." Jawab sang suami.
"Ya sudah, insyaAllah rejeki tidak akan tertukar. Ayah sabar ya." ucap sang istri dengan tenang.

Dua kisah tentang seni memberi nasihat.

Saya sangat menyadari bahwa memberi nasihat itu merupakan kebaikan. Namun menurut saya, akan kurang tepat apabila  person dan timenya tidak tepat.

Maka jika ada seorang bawahan mengeluhkan keadaan yang tidak menyenangkan atau tidak adil kepada atasannya, lalu atasannya selalu meminta ia untuk bersabar dan bersyukur, adalah kurang tepat. Apalagi atasan tersebut tidak melakukan bantuan yang konkrit. Maka persislah ia seperti kisah polisi di atas. Terlihat SHOLIH namun tidak tepat. Bukankah seharusnya polisi tersebut bertindak secara profesional?

Tulisan ini saya buat karena melihat beberapa orang yang menggunakan kata kunci sabar dan syukur sebagai sinonim dari kalimat: "Saya tidak mau direpotkan dengan urusan kamu!" MENGENASKAN bukan?

Tapi saya yakin, masih banyak orang yang menggunakan kata sabar dan syukur ini secara tepat. Mudah-mudahan saya termasuk di antara mereka :)

Tidak ada komentar: