Kamis, 06 November 2014

Persaingan yang tidak jelas

Sore itu saya naik motor. Motor ini bukan motor kredit seperti kebanyakan orang, dan ini menjadi kebanggaan saya. Tapi bukan kredit atau cicilan yang mau saya bahas. Karena kalau bahas cicilan, mungkin saya terbebas dari cicilan motor, namun malah mengingatkan saya dengan tanggungan cicilan yang lain.

Jadi ceritanya sore itu saya mengendarai motor saya yang bukan merupakan motor kreditan. Gaya berkendara motor saya ini sebenarnya tergantung suasana, bisa cepat bisa juga santai. Dan sore itu suasananya memaksa saya harus cepat.

Karena harus cepat maka saya meliuk-liuk bagai ular. Kok agak aneh ya pengibaratannya. Tapi lanjut cerita, sore itu saya balap apapun jenis kendaraan yang ada di depan saya. Mulai dari motor, mobil, bis, maupun truk. Sampai akhirnya ada seorang pengendara motor yang membalap saya. Setelah berhasil membalap saya, ia memperlambat kecepatannya sehingga saya bisa membalapnya kembali. Namun setelah saya balap, ia kembali membalap saya dengan penetarasi yang cukup berbahaya. Saya pun kaget. Tidak hanya kaget, namun itu membuat saya harus membalap dia kembali.

Gas motor saya tarik, dan rem sedikit saya lupakan. Gigi 3 saya pacu sampai 90km/jam. Lalu masuk gigi 4, entah sampai kecepatan berapa namun yang pasti di atas 100km/jam. Lalu lintas tidak terlalu ramai, 15 menit berselang, dan "yes" akhirnya saya bisa membalap motor itu. Sayangnya balapan liar sore itu harus berakhir karena gang jalan rumah sudah terlihat.

"Menang juga.. hehe" itu yang saya pikirkan pertama kali. Lalu saya berpikir kali kedua, "Terus saya dapat apa?"

Sore itu, di gang rumah yang cukup buat mobil melintas itu, tidak ada kemeriahan penonton yang menyambut kemenangan saya. Tidak ada piala dan papan yang bertulis sejumlah uang yang bisa saya angkat. Tidak ada sorotan kamera, tidak ada wartawan, tidak ada pesta. Dan tanpa sadari saya sudah berada di teras rumah. Terlihat anak saya mengintip dari balik kaca sambil tertawa. Lalu ada istri saya yang berusaha mencari tangan saya untuk diciumnya.

Tiba-tiba saya termenung. Termenung yang membuat saya berjanji untuk menjaga emosi saya ketika berada di jalan, karena saya cinta diri saya dan keluarga saya.  

Tidak ada komentar: